Pena Khatulistiwa
Menggores Sejarah Peradapan

Pasukan Fretilin Dihajar BRIMOB

 

Penakhatulistiwa.com – Insiden 10 Juni 1980 ditandai dengan serangan Fretilin ke TVRI Kota Dili. Serangan dimulai lewat tengah malam. Mulai pukul 01.00 Kilatan peluru-peluru menembus pekatnya malam.Warga Kota Dili terkesiap. Mereka mengamankan diri masing-masing dalam keadaan mencekam. Mereka melihat sasaran serangan dibalik tebing gunung adalah TVRI, dan diatas bangunan TVRI ada sebuah pos Polisi.

Related Posts
1 of 482

Jusuf Manggabarani sejak mendengar letusan yang pertama secara reflek bangun dan menarik senjata. Sebuah Revolver dia serahkan kepada isterinya yang baru saja melahirkan. “Tak usah kau tanyakan lagi untuk apa pistol ini, gunakan dengan sebaik-baiknya,” Hanya itu kata-kata pamitan dari seorang pemimpin di lapangan. Di Asrama Brimob Mercado Kota Dili.

Sumiati isterinya terkesima. Dalam pandangan matanya baru kali ini dia melihat kontak senjata secara langsung antara Fretilin dan Brimob. Tubuh Polwan ini dingin dan sejak suaminya berderap ke luar rumah, dia tenggelamkan dirinya bersembunyi di bawah dipan bersama kedua anaknya. Seorang yang masih bocah, dan bayi mungil yang baru lahir dengan umur bilangan hari.

Jusuf Manggabarani mengumpulkan pasukan dari Asrama. Ia harus naik ke atas. Merebut TVRI dan mengamankan anggota di pos penjagaan yang diserang. “Jelas !! Komandonya disambut dengan kata-kata tegas pasukan yang akan bersama menerobos naik ke atas. “Jelas Komandan!!” teriak ke-16 anggota penuh semangat.

Jarak antara asrama dengan titik lokasi tidak jauh. Semua tembus pandang. Namun jalannya berbelak-belok khas daerah perbukitan. Taktik dan strategi Jusuf Manggabarani adalah menembus pekatnya malam. Patokannya adalah arah tembakan Fretilin.

Ia bias menghitung sekurang-kurangnya ada 32 moncong senapan yang aktif memuntahkan timah panasnya kearah pos polisi. Jusuf mengatur posisi anggota untuk masuk ke dalam mobil Datsun Polisi. Dia sendiri tampil membangun self confident pasukan.

Berbekal mobil Datsun tua, Jusuf beserta anak buahnya maju membelah jalan. Tak pelak Datsun tua itupun menjadi sasaran tembak.Keberangkatan tim Jusuf langsung disanggong Fretilin dengan tembakan. Mereka menjadi sasaran empuk karena dihantam dari ketinggian. Namun kemunculan Datsun itu membuyarkan konsentrasi tembakan ke pos polisi diatas. Tembakan gencar beralih ke jalan raya.Datsun tua tanpa terpal pelindung dengan 17 penumpang anggota Brimob terus bergerak dibadan jalan yang berliku seperti ular.

Peluru menyambut mereka bagai petasan. Demi melihat serangan bertubi-tubi kearah Datsun tak mungkin rasanya para penumpang bisa keluar dengan selamat. Mereka disaksikan warga keesokan harinya bakalan lumat. Mobil Datsun tua itu telanjang tanpa perlindungan sedikitpun. Kenyataannya Datsun terus bergerak. Komando dari Jusuf hanya satu : maju terus, pantang mundur. Awasi segala arah dengan sigap. “Awas, jangan ada yang menembak! Selama bersama saya yakinlah tak akan kena peluru!. Maju saja!…Lurussss!..Terusss!” Jusuf memerintahkan selama lampu mobil masih terang, merengsek terus.

Jangan pedulikan tembakan. Karena mereka tidak tahu kondisi di dalam mobil akibat gelapnya malam.Tembakan Fretilin kearah Datsun tidak fokus karena mereka salah perhitungan. Dengan menaiki Datsun mereka, Fretilin kira sebagai truk. Karena truklah yang biasa membawa pasukan. Tembakan mereka jadi lepas keatas Datsun. Oleh karena itu Jusuf beruntung menggunakan Datsun karena berhasil mengecoh Fretilin.

Di dalam kondisi menegangkan, Jusuf mengambil keputusan. “Kirim anggota melambung!” Jusuf terus memantau melindungi anak buahnya.

“Sial Komandaaan….!” Teriak anak buahnya saat koprol dari Datsun untuk tujuan melambung.

“Sial kenapa?” tanya Jusuf pada anak buahnya.

“Senjata kita diguna-guna komandaan….!” jawab anak buah tegang.

“Diguna-guna?” tanya Jusuf sembari heran.

“Tidak bisa meletus komandaan…!” jawab anak buah.

Jusuf pun koprol, merayap mendekat. Tangannya menggenggam senjata api yang dibawa anak buahnya.

“Sial apa?…mana magasinnya?…belum dipasang ini!” Jusuf membentak dengan sorot mata tajam.

“Siap salah komandan…belum dipasang,” sahut anak buahnya.

Akhirnya Jusuf Manggabarani segera memeriksa isi ranselnya dan dengan cekatan memasang magasin peluru. Begitu terpasang langsung ditembakkan ke arah Fretilin.

Kontak senjata sengit terus berlangsung hingga ayam jantan mulai berkokok Jam menunjukkan 05.00 pagi. Seiring menyingsingnya fajar, Fretilin mengundurkan diri. TVRI kembali dikuasai oleh Brimob. Namun di pos penjagaan, korban kontak senjata tidak terhindari. Dua orang dalam kondisi sekarat bermandi darah. Jusuf memangku seorang anak buahnya yang sekarat, Bripda Kelau Nahak.

Kelau Nahak menghembuskan nafasnya yang terakhir dipangkuannya. Tak jauh dari posisi Kelau Nahak, meregang nyawa pula Bripda Marzuki. Diapun gugur sebagai kusuma bangsa.

Jusuf membagi tugas sambil siaga.Dia mengatur siapa anak buah yang bertugas menghantar jenazah rekannya yang gugur, juga yang luka-luka. Jusuf sendiri dengan 10 anggota lainnya langsung bergerak memburu kearah jalur pengunduran Fretilin.

Kabar pertempuran ini sampai di Jakarta, tepatnya Mabes ABRI. Pangab waktu itu Jenderal TNI Jusuf langsung terbang ke TKP.

(PPDSM)

READ  Ketua Mahkamah Agung Lantik Tiga Kadilmiti

Leave A Reply

Your email address will not be published.