Pena Khatulistiwa
Menggores Sejarah Peradapan

Sidang Pemalsuan Dokumen Miras, Hakim: Seharusnya Para Saksi juga Kena Pidana

 

Penakhatulistiwa.com, Surabaya – Terjerat kasus soal pemalsuan dokumen terkait Minuman Keras (Miras) Kepabeanan. Akhirnya memaksa Daniel Damaroy dan Dian Priyanto harus duduk di kursi pesakitan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Senin (12/11).

Related Posts
1 of 471

Dalam sidang kali ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Katrin Sunita dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Perak menghadirkan beberapa saksi guna memberikan keterangan di ruang Tirta, PN Surabaya.

Yang menarik usai saksi memberikan keterangan, Salah satu Hakim menilai seharusnya para saksi juga ikut masuk penjara. “Semestinya mereka (para saksi) harusnya kena pidana juga,” ucap Hakim dengan nada geram.

Untuk diketahui, dalam keterangannya yakni Irfan setia salah satu pebisnis pemula menyampaikan, bahwa dirinya tahu setelah adanya surat kepabeanan yang ditujukan kepadanya guna hadir memenuhi panggilan kepabeanan. Kemudian dirinya melakukan browsing di internet untuk mencari nomor telepon Eko. Karena pernah meminjamkan PT. Tata Indah Sarana melalui Eko, dan tidak kenal dengan terdakwa.

“Saat PT dipinjam Eko, mungkin ada masalah PT. Tata Indah Sarana dengan kepabeanan, makanya sampai ada pemanggilan,” ucap saksi.

Selanjutnya sebagai saksi, Fajri menyampaikan, bahwa tugasnya adalah pelayanan APL dan melaporkan kegiatan ekspor-impor ke pusat Jakarta. Setelah melakukan pengiriman sebanyak tiga kali, saksi menyatakan jika ada perubahan data dalam pengiriman maka file data masuk ke emailnya secara pribadi.

“Ada perubahan data. Namun sudah terlanjur dilaporkan ke Jakarta. Maka dilakukan cek kalau terjadi kekeliruan pada customer, ya dikembalikan ke customer,” Jelasnya.

Adapun Saksi berikutnya yakni M.Taufik adalah pelaku jasa handle yang mengenal terdakwa. Dia mengatakan, Danil dan PT. Sapto Tunggal dimintai tolong masalah pelayaran. Saat itu, terdakwa dikenalkan pada Danil di Hotel Crown Surabaya dan berlanjut di Starbucks TP Surabaya. Saat dimintai keterangan oleh salah satu Hakim terkait isi pembicaraan dalam pertemuan, saksi menyangkal tidak tahu apa-apa. “Saya memperkenalkan terdakwa hanya bermaksud untuk dapat pekerjaan Yang Mulia,” ujarnya lirih.

Berbeda dengan Silsilia, istri dari salah satu terdakwa yang juga sebagai Direktur CV. Duta Dunia Global mengakui adanya pertemuan terdakwa di Starbucks TP Surabaya. Namun dia mengatakan tidak tahu isi pembicaraan lantaran berada di mobil. Setelah disinggung oleh Hakim terkait File perubahan barang, semula saksi mengelak. Namun akhirnya mengaku jika terdakwa (Suami) mengetahui paswoordnya. “Suami (terdakwa) saya mengetahui password akunnya, namun saksi tidak tahu kalau akunnya dipakai,” ucapnya pelan.

Anehnya, bahwa terkait adanya transfer masuk sebesar Rp. 90 Juta sebagai Direktur CV. Duta Dunia Global, Silsilia menepis tidak tahu. Padahal ada bukti transfer melalui M-banking.

Sementara Wira Tri Wahyuni, yang juga sebagai karyawan APL bagian marketing ekspor/impor mengatakan, bahwa dirinya mangakui kenal dengan terdakwa yang berkantor di Surabaya dan bagian dokumen barang.Secara gari besarnya, dirinya tidak tahu jika ada perubahan yang dilakukan terdakwa. “Yang saya tahu, terdakwa bertanggung jawab pada Retno Purwadi,” terangnya.

Adapun saksi dari PT. CMA bagian penanganan yakni Efra Injaka mengatakan, pada sistem sebenarnya bukan bagian dirinya. Dan secara umum, harusnya pemilik barang melakukan konfirmasi jika ada perubahan barang. “Yang bertanggung jawab atas perubahan adalah peminta barang,” papar saksi.

Dia juga menambahkan, bahwa terdakwa mengetahui tentang adanya penyidikan mengenai sistem pengirim dari Singapura dengan nama China dan jenis barangnya Air Flow dan Polyester. “Sebagai Customer Service terdakwa mengetahui semua dokumen ekspor/impor melalui sistem. Seperti adanya perubahan barang yang awal pengiriman dari Singapura lalu berubah dari India saya tidak tahu,” katanya.

Yang menjadi kejanggalan dalam keterangan saksi selanjutnya, Abdul S yang juga Direktur PT. Golden Indah Pratama mengatakan tidak kenal dengan terdakwa. Padahal dalam faktanya, dirinya meminjamkan PT pada terdakwa mendapatkan imbalan semacam fee sebesar Rp. 3-4 juta setiap kali transaksi. “Dari peminjaman PT oleh terdakwa, tidak disertai kesepakatan secara tertulis. Karena PT saya masuk kategori Hijau alias tidak perlu adanya pemeriksaan dokumen,” dalihnya.

Setelah mendengarkan semua keterangan para saksi, salah satu Majelis hakim di persidangan menyimpulkan. Bahwa seharusnya para saksi yang memberikan keterangan harus ikut bertanggung jawab atas kasus tersebut. Dalam kesempatan yang sama, terdakwa juga membenarkan semua saat menanggapi keterangan para saksi. Tetapi masalah transfer, Dian (salah satu terdakwa) menyatakan tidak tahu.

Atas kasus tersebut, Dian dan Daniel akhirnya dijerat sebagaimana yang di atur dan diancam pidana dalam pasal 103 huruf a Undang-Undang nomor 10 tahun 1995 tentang kepabeanan juncto Undang-Undang nomor 17 tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-Undang nomor 10 tahun 1995 juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHPidana. (m3T)

READ  Indonesia Berduka, Ulama Jawa Timur Tutup Usia

Leave A Reply

Your email address will not be published.