Penakhatulistiwa.com, SURABAYA – Polemik terkait draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Permusikan yang telah tersebar sepertinya masih mewarnai dunia musik di Indonesia.
Pasalnya, RUU tersebut menimbulkan berbagai pertanyaan dan tanggapan terutama dari para musisi. Karena rancangan tersebut dirasa aneh dan juga kontroversial, yang pada titik tertentu sebenarnya sangat mengada-ngada.
Beberapa pasal karet dan berpotensi untuk memberangus kreativitas anak negeri terlihat seperti dikebiri.
Secara mendasar, karya-karya musik mereduksi realitas. Dengan kata lain, merupakan bentuk ekspresi estetis daripada lapisan masyarakat yang bernama seniman, atau musisi secara khusus, yang merefleksikan berbagai lapis kehidupannya.
Oleh karena itu, musik akan selalu bersinggungan dengan berbagai aspek realitas yang terjadi.
Menyikapi hal ini, Ketua DPD Persatuan Artis Penyanyi, Pencipta Lagu, dan Pemusik Republik Indonesia (PAPPRI) Jatim Sastro Haridjanto Tjondrokusumo menyatakan sikap keberatan terkait munculnya RUU Permusikan.
Menurutnya, dengan adanya RUU Permusikan tersebut, dinilai akan memasung kebebasan berekspresi para seniman.
“Yang jelas isi dari pasal per pasal yang ada di dalam RUU Permusikan itu akan berpotensi memasung perkembangan musik Indonesia,” ujar Ketua DPD PAPPRI Jatim ketika ditemui wartawan di rumahnya, Jalan Tenggilis Mejoyo, Surabaya, Jumat (15/2).
Hari sangat menyayangkan kebijakan dari DPP. Kata Hari, dalam perancangan pembuatan isi skenario dari RUU Permusikan itu tidak melibatkan seluruh unsur seniman se Indonesia.
“Sebagai Ketua Panitia waktu itu hanya memberikan pemberitahuan adanya Rakernas perumusan RUU Permusikan kepada seluruh unsur DPD PAPPRI,” terangnya.
Selain itu, Dia mengaggap bahwa pihak DPP tidak mau memberikan akomodasi kepada unsur DPD, dengan dalih panitia hanya menyediakan gedung untuk tempat pelaksanaan Rakernas terkait pembahasan isi dari RUU Permusikan.
“Padahal dalam Rakernas pembahasan RUU Permusikan itu ada anggarannya dari pemerintah, tapi mengapa pihak panitia berdalih hanya menyediakan tempat tanpa menyediakan akomodasi bagi seluruh seniman yang ingin mengikuti Rakernas tersebut, ini kan memancing munculnya pemikiran negatif para seniman kepada panitia,” ungkap Hari.
Hal yang sangat disesalkannnya, Hari menjelaskan karena dalam pembahasan rancangan RUU Permusikan itu tidak melibatkan seluruh unsur DPD PAPPRI.
Dijelaskannya, bahwa DPD PAPPRI itu adalah sebuah organisasi seniman, bukan organisasi militer atau organisasi pemerintahan yang boleh mengambil keputusan tanpa melakukan musyawarah terlebih dahulu.
“Jujur kami sangat menyayangkan pembahasan RUU Permusikan tanpa melibatkan unsur DPD yang ada, Karena PAPPRI ini organisasi seniman se Indonesia, bukan organisasi militer yang anggotanya diharuskan ‘siap perintah’, melainkan dibutuhkan musyawarah mufakat dalam mengambil keputusan, apalagi RUU Permusikan ini menyangkut masa depan musik Indonesia,” jelasnya. (Red)