Penakhatulistiwa.com, Surabaya – Kunjungan kerja (Kunker) anggota Komisi III DPR RI diadakan di Mapolda Jatim yang bertempat di Gedung Mahameru.
Kedatangan kunker anggota DPR RI tersebut bermaksud dalam rangka pembahasan masa persidangan III tahun sidang pada 208-2019 yang diikuti Kapolda dan Wakapolda, serta Pejabat Utama Polda Jatim, KA Kejaksaan Tinggi, dan KA Kanwil Menkum dan HAM, Kepala BNN Provinsi di Jatim, hingga Kapolres Jajaran Polda Jatim.
Irjen Pol Luki Hermawan, Kapolda Jatim menyampaikan terima kasih atas kunjungan Komisi III DPR RI ke Mapolda Jatim yang membuat pihaknya bersama Jajaran mendapat masukan dan sebelumnya disampaikan telah memberi perhatian tentang di singgung masalah anggaran dinamika pada perkembangan ini.
“Masalah dunia digital dengan cepat hingga respon dari Komisi III DPR RI akhirnya memberi dukungan,” ujar Irjen Pol Luki Hermawan, Senin (18/2/2019).
Luki menjelaskan, anggaran memang dibutuhkan terhadap melengkapi ITE kita, dalam hal permasalahan kasus prostitusi online. Untuk itu anggaran dipenuhi anggota DPR RI. Tadinya memang minta masukan adanya regulasi, adanya perubahan dan pentambahan dalam KUHP.
“Semuanya bisa dijadikan bahan masukan dari pihak DPR RI,” jelasnya.
Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Desmond Junaidi Mahesa mengatakan, kami bertujuan melaksanakan kunker reses saat ini yaitu, memantau penegakkan hukum di Jawa Timur.
“Apakah penegakan hukum di Jatim ini sudah dilakukan koordinasi dan kerjasama dengan baik,” sebut Desmond.
Persoalan digelar dalam rapat ini katanya, kita bahas Hukum dan Ham naik ke Kejaksaan hingga ke Peradilan. Jadinya Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Kepolisian Daerah Jawa Timur berbicara mengenai persoalan tindak pidana umum dan lain sebagainya. Ada banyak catatan wajah hukum pada bidang kriminal di Jawa Timur.
“Sekitar 7.000 (tujuh ribu) tindak pidana belum selesai yang di tangan pihak Kepolisian, Kejaksaan dan Peradilan,” urainya.
Pihaknya sambung Desmond, kami mempertimbangkan terkait 7.000 kasus pidana yang belum selesai, itu apakah nanti di putus akan memasuki ke lapas atau tidak.
“Mengenai itu kami tentunya bukan sekedar berbicara soal penegakan, namun melainkan persoalan anggaran ditinjau segi kelayakan lapas dan biaya akomodasi selama tahanan itu berada di dalam,” tambahnya.
Disampaikan, soal peradilan kalau masuk berarti 7.000 penghuni baru di lapas kini dalam kondisi penghuni sudah Over Capacity atau penuh,” tutur Desmond Junaidi Mahesa. (Hyt/Ov1/21K)