Pena Khatulistiwa
Menggores Sejarah Peradapan

Marak Beredar BBM dari Indramayu tak Kantongi Izin

Penakhatulistiwa.com – Kabupaten Cirebon, Jawa Barat – Adanya penjualan bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite kepada pembeli dengan menggunakan jerigen berukuran 20 liter beredar di wilayah Kecamatan Gegesik Kabupaten Cirebon diduga BBM jenis Pertalite dari Kencingan alias bodong, pasalnya saat dikonfirmasi terkait perijinannya, pihak terkait tidak bisa menunjukan Perizinan badan usahanya.

Saat ditemui (12/05/19) Riko yang mengaku sebagai Supir dan Toni sebagai Kernet mengaku hanya sebatas bekerja yang disuruh bosnya, yakni disinyalir dari percakapan telpon antara supir dan bosnya didengar oleh awak media dan diketahui adalah Warnoto warga Indramayu.

Related Posts
1 of 482

Supir dan Kernet saat dikonfirmasi terkait Surat Jalan terlihat grogi dan mengatakan, “Silahkan tanya sama bosnya saja, kita orang kerja pak,” jawab Supir.

Saat dihubungi melalui telpon seluler Supirnya, Pelaku usaha BBM mengatakan terkait usahanya tidak perlu menggunakan ijin dan kami pernah Koordinasi dengan pak Heru.

Diketahui yang dimaksud oleh pelaku ternyata adalah oknum anggota Polsek Gegesik, sehingga untuk memastikan apa yang dikatakan Pelaku usaha BBM pernah berkoordinasi dengan Heru, maka beberapa awak media mencoba membuktikan yang dikatakan Pelaku Usaha BBM untuk dikonfrontir di Polsek Gegesik dan hasilnya cukup mengejutkan?

Bahasa Koordinasi yang dikatakan Pelaku Usaha BBM terhadap Heru sangatlah mengundang pertanyaan besar bagi aeak media, sehingga saat Dikonfrontir di Polsek Gegesik disangkal oleh Heru yang diketahui anggota Polsek Gegesik sebagai anggota Reskrim. “Saya baru bertemu dengan dia (pelaku usaha BBM) baru sekali, dan saya kaget dengan adanya permasalahan ini,” terang Heru saat dikonfrontir.

Begitupun disampaikan Heru, kenapa hal ini Kapolsek dan Paminal bisa tahu, tanya Heru kepada awak media?

Dari pertanyaan yang dilontarkan Heru, dijawab oleh M. Kozim wartawan media Cetak SKM Buser/onlinebuser.com serta media Cetak Lintas Indonesia memaparkan. “Kita disini sebagai awak media, adapun kami mengkonfirmasi kepada Kapolsek dan Paminal itu hanya sebatas langkan menanyakan kebenaran dari apa yang dikatakan oleh oknum Pelaku Usaha BBM saja, karena saat ditanya melalui telpon, pelaku usaha BBM tidak menjawab terkait nama oknum yang disebutkan bertugas dimana,” Terangnya.

Begitupun ditambahkan oleh Prima Sendika Biro Cirebon Jurnal Polisi News dan Juranalis media online Jejakkasus.com serta Detikkasus.com terkait permasalahan yang tengah berlangsung menjelang siang bolong.

“Wajarlah, kita hanya konfirmasi, adapun yang dikatakan Pelaku usaha BBM dan Heru, ya kami tuangkan apa adanya dalam pemberitaan, toh pemberitaannya informatif bukan bersifat Sara atau Hoaxs dan kita sudah konfirmasi dan menemui pihak yang bersangkutan,” tegasnya.

Disela-sela waktu yang cukup padat, dikatakannya oleh pelaku usaha BBM, mungkin ini hanya mis komunikasi, makanya saya datang ke Polsek untuk menerangkan agar tidak gagal faham masalah Koordinasi.

Berdasarkan pantauan di lapangan, bahkan terdapat bukti berupa foto dengan jelas adanya BBM jenis Pertalite dengan menggunakan jerigen yang berukuran 20 liter sekitar kurang lebih 50 jrigen yang dimuat kendaraan roda empat berjenis Granmax Daihatsu warna hitam dengan stiker “BANDAR MINYAK” dengan Nopol E 8191 PU.

Sementara ditempat terpisah Jupri, mengatakan seperti apa yang dilihat dan kutip dari

https://m.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5452de72175db/bolehkah-menjual-bensin-eceran-di-pinggir-jalan/

Kegiatan usaha minyak dan gas bumi terdiri atas kegiatan usaha hulu dan kegiatan usaha hilir. Usaha penjualan bahan bakar minyak (“BBM”) termasuk ke dalam kegiatan usaha hilir yaitu niaga.[1] Niaga adalah kegiatan pembelian, penjualan, ekspor, impor Minyak Bumi dan/atau hasil olahannya, termasuk Niaga Gas Bumi melalui pipa.[2]

Merujuk pada Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi, kegiatan usaha hilir dilaksanakan oleh badan usaha yang telah memiliki izin usaha yang dikeluarkan oleh Menteri dan diselenggarakan melalui mekanisme persaingan usaha yang wajar, sehat, dan transparan.

Dari peraturan yang telah kami cantumkan, dapat diambil kesimpulan bahwa yang dapat melaksanakan kegiatan usaha pembelian, penyimpanan, dan penjualan BBM harus berbentuk badan usaha, bukan perorangan.

Pada dasarnya kegiatan usaha Pertamini, jika tidak memiliki izin usaha, maka dapat dipidana denganPasal 53 UU 22/2001:

Setiap orang yang melakukan:

a. Pengolahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa Izin Usaha Pengolahan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling tinggi Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah);

b. Pengangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa Izin Usaha Pengangkutan dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling tinggi Rp40.000.000.000,00 (empat puluh miliar rupiah);

c. Penyimpanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa Izin Usaha Penyimpanan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling tinggi Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah);

d. Niaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa Izin Usaha Niaga dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling tinggi Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah).

Sedangkan jika yang dijual adalah BBM bersubsidi, maka dapat dipidana dengan Pasal 55 UU 22/2001:

Setiap orang yang menyalahgunakan Pengangkutan dan/atau niaga Bahan Bakar Minyak yang disubsidi Pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi Rp. 60.000.000.000,- (enam puluh miliar rupiah).

Di beberapa kesempatan pihak Pertamina telah menegaskan bahwa mereka yang menjalankan bisnis Pertamini dianggap ilegal karena tidak memiliki izin. Selain itu, ditekankan pula bahwa antara Pertamina dan Pertamini tidak ada hubungan bisnis sama sekali.

Wianda Pusponegoro, Vice President Corporate Communication Pertamina, dalam artikelPertamina Tak Bisa Tindak Pertamini, yang kami akses dari situs www.liputan6.com menegaskan, penjual BBM eceran (Pertamini) bukan menjadi bagian bisnis Pertamina. Pasalnya, kegiatan tersebut ilegal dan tidak mendapat izin Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).

Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan (Diskoperindag) Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat menyebut penjual bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi pertamini tak miliki izin. Karenanya Diskoperindag berniat menutup seluruh Pertamini yang sudah beroperasi di Kabupaten Purwakarta. Hal tersebut juga dikatakan oleh Direktur Bahan Bakar Minyak (BBM) BPH Migas, Hendry Ahmad, bahwa penjual BBM eceran termasuk kegiatan ilegal, hal tersebut telah tercantum dalam Pasal 55 UU 22/2001 yang meniagakan BBM subsidi pengangkutan ilegal kena denda.

Untuk mengatasi maraknya penjualan bensin eceran, BPH Migas, dalam artikel Ini Cara Legal Jual BBM dengan Modal Minim, menjelaskan bahwa pihaknya menawarkan masyarakat untuk bisa membuka usaha semacam itu dengan modal minim. Bulan Mei lalu, Kepala BPH Migas, Andy Noorsaman Sommeng, mengeluarkan aturan yang membuka peluang penjualan bensin dalam skala kecil bagi masyarakat umum. Menurut Hendry, aturan itu dibuat untuk mengatasi penjualan bensin ilegal. Peraturan yang dimaksud adalah Peraturan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Nomor 6 Tahun 2015 tentang Penyaluran Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu dan Jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan Pada Daerah yang Belum Terdapat Penyalur (“Peraturan BPH Migas 6/2015”).

Lanjut, disebutkan bahwa Peraturan BPH Migas 6/2015 memang memberikan kesempatan bagi pengusaha kecil untuk menjual BBM secara legal. BBM yang bisa dijual pun bisa berbagai jenis bahkan sampai biofuel. Pasal 1 Peraturan BPH Migas 6/2015 itu memang menyebut bahwa koperasi, usaha kecil, maupun sekelompok konsumen yang ingin menjalankan usaha penjualan BBM sebagai sub-penyalur.

Sub-penyalur sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 7 Peraturan BPH Migas 6/2015, adalah perwakilan dari sekelompok konsumen pengguna jenis BBM tertentu dan/atau jenis BBM khusus penugasan di daerah yang tidak terdapat penyalur dan menyalurkan BBM hanya khusus kepada anggotanya dengan kriteria yang ditetapkan dalam peraturan ini hanya dimana wilayah operasinya berada.

Syarat untuk menjadi Sub Penyalur adalah sebagai berikut:[3]

a. Anggota dan/atau perwakilan masyarakat yang akan menjadi Sub Penyalur memiliki kegiatan usaha berupa Usaha Dagang dan/atau unit usaha yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Desa;

b. Lokasi pendirian sub penyalur memenuhi standar Keselamatan Kerja dan Lindungan Lingkungan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;

c. Memiliki sarana penyimpanan dengan kapasitas paling banyak 3.000 liter dan memenuhi persyaratan teknis keselamatan kerja sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;

d. Memiliki atau menguasai alat angkut BBM yang memenuhi standar pengangkutan BBM sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;

e. Memiliki peralatan penyaluran yang memenuhi persyaratan teknis dan keselamatan kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

f. Memiliki izin lokasi dari Pemerintah Daerah setempat untuk dibangun fasilitas Sub Penyalur;

g. Lokasi yang akan dibangun sarana Sub Penyalur secara umum berjarak minimal 5 (lima) km dari lokasi Penyalur berupa Agen Penyalur Minyak Solar (APMS) terdekat atau 10 km dari Penyalur berupa Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) terdekat atau atas pertimbangan lain yang dapat dipertanggungjawabkan;

h. Memiliki data konsumen pengguna yang kebutuhannya telah diverifikasi oleh Pemerintah Daerah setempat.

Berdasarkan penjelasan di atas, kami menyarankan agar Anda mengkonfirmasi ke Pemerintah Daerah setempat mengenai persyaratan dan perizinan untuk menjadi “sub penyalur” sesuai ketentuanPasal 1 angka 7 Peraturan BPH Migas 6/2015.

Dasar Hukum:

1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi;

2. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah diubah oleh Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak Dan Gas Bumi;

3. Peraturan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi Nomor 6 Tahun 2015 tentang Penyaluran Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu dan Jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan Pada Daerah yang Belum Terdapat Penyalur.

Referensi:

http://bisnis.liputan6.com/read/2298956/pertamina-tak-bisa-tindak-pertamini, yang kami akses pada 3 Juni 2015 pukul 16.22 WIB.

Tentunya dari permaslahan tersebut, sudah jelas pointnya perjinan yang wajib ditempuh. Sementara yang terjadi di wilayah Gegesik terkesan bebas melalu lalang melintas menjual BBM tanpa perizinan.

“Kan, sudah jelas bahwa penjualan BBM harus ada ijinya, apa lagi pengangkutanya harus sesuai prosedur demi keselamatan yang dimaksud Pemerintah,”tegasnya.

Besar harapan saya kepada pihak berwajib, agar menanggapi Dinamika yang ada diwilayah tersebut, imbuhnya. HdY

READ  Polsek Lemahwungkuk Polres Ciko, Sigap dan Tanggap atas Musibah Puting Beliung yang Menerjang Kawasan Rumah Penduduk

Leave A Reply

Your email address will not be published.