Pena Khatulistiwa
Menggores Sejarah Peradapan

300 Tahun Purwaka Caruban Nagari

Penakhatulistiwa.com – Saat saya dituturkan akan mendapat warisan dari Empu Ohing di Jemaras, saya menyempatkan diri untuk mampir ke tempat salah seorang sahabat yang lokasinya tidak jauh dari sana.

Karib yang dimaksud adalah Kang Doddie Yulianto, budayawan Cirebon yang banyak mengkaji manuskrip kuno. Tidak berapa lama, saya sampai juga di kediaman yang asri dengan rimbunnya pepohonan mangga disana-sini.

Related Posts
1 of 210

Sambil sesekali menyeruput air dingin yang dihidangkan dan mengunyah kue-kue yang renyah, kami terlibat obrolan panjang terkait sosok Pangeran Aria Cirebon, tokoh historis asal Cirebon yang pernah menjabat sebagai pengawas bupati-bupati Priangan dan merupakan putra kedua dari Pangeran Martawijaya yang semasa hidup menjadi Sultan Sepuh pertama di Keraton Kasepuhan Cirebon.

Tidak hanya tentang perjalanan hidup, suksesi kepemimpinan, dan juga kiprahnya dalam birokrasi pemerintahan saat itu, kami juga berbicara banyak tentang karya tulis yang ditelurkan oleh sang pangeran.

Karya yang dimaksud adalah Purwaka Caruban Nagari, magnum opus Pangeran Aria Cirebon yang selesai dibuat pada tahun 1720 dan kini tersimpan di Museum Sri Baduga Bandung.

Apa yang perlu diobrolkan lagi dari karya Pangeran Aria Cirebon? Bukankah naskah itu telah dikaji oleh (alm.) Atja secara kritis dengan alih aksara dan alih bahasa yang sangat komprehensif? Apa perlu kembali memperbincangkan suatu karya yang jelas-jelas telah selesai dikerjakan oleh akademisi lain?

Ya, jawaban untuk semua pertanyaan itu adalah “kita masih perlu mengkaji karya Pangeran Aria Cirebon yang berjudul Purwaka Caruban Nagari tersebut”.

Kenapa? Karena kita mesti mengkontekstualisasikan isi naskah itu dengan kondisi Cirebon saat ini. Isi naskah itu masih diperlukan sebagai landasan penting untuk mencari solusi atas pelbagai masalah kompleks yang ada di Cirebon.

Di samping itu, kajian ulang terhadap suatu karya dalam tradisi ilmiah adalah hal yang jamak terjadi. Semua itu tidak hanya demi konteks social yang relevan, namun juga demi kesempurnaan kajian yang akan semakin kokoh dengan adanya banyak tambahan yang disisipkan di pelbagai bagian yang termaktub dalam tulisan.

Lagipula, penelaahan Atja atas Purwaka Caruban Nagari itu sudah terjadi hampir empat puluh tahun yang lalu. Suatu periode waktu yang lama sekali, dan merupakan rentang waktu yang matang apabila 40 tahun itu disematkan pada usia seseorang.

Kini, di tahun ini, setelah 300 tahun Purwaka Caruban Nagari eksis menemani perjalanan sejarah wong Cirebon, naskah itu telah berhasil dibaca kembali oleh Kang Doddie dan kawan-kawan. Tidak hanya itu, Purwaka Caruban Nagari juga akan kembali diterbitkan dalam 2 aksara sekaligus, yaitu aksara asli (Carakan), dan aksara latin.

Sebagai pelengkap, hasil terjemahannya yang dibuat dalam bahasa Indonesia disajikan berdampingan dengan kedua aksara tersebut.

Dalam beberapa waktu ke depan, ketika semua prosesi penerbitan itu rampung, manuskrip Purwaka Caruban Nagari karya Pangeran Arya Cirebon yang dibuat pada tahun 1720 itu akan bisa dibeli dan dibaca di hadapan kita semua.

Semoga saja semua prosedur terkait publishnya buku itu berjalan dengan lancar sehingga kita bisa dengan segera memilikinya. (Tendi, S.Pd., S.T., M.Hum)

READ  MASJID SUBULUSSALAAM RW 14 PHU SIAP GELAR SHOLAT IDUL FITRI

Leave A Reply

Your email address will not be published.