LIKA-LIKU MIKROFON PROKLAMASI

 

Penakhatulistiwa.com – Pagi buta pada 17 Agustus 1945 telah diadakan persiapan untuk membacakan teks proklamasi di rumah Soekarno di pengangsaan timur 56. Sekiranya, hampir 1000 orang tumpah ruah di acara tersebut.

Saat acara bergulir, Soekarno naik ke podium dan membacakan teks proklamasi dengan didampingi Mohammad Hatta. Suara Bung Besar Soekarno terdengar sangat dahsyat, lantang dan jelas. Hal itu tak lepas dari peran pengeras suara.

Peran besar atas pembacaan proklamasi oleh Soekarno, benda tersebut lantas tak dilupakan begitu saja oleh Soekarno. Dalam autobiografinya Soekarno menjelaskan tentang riwayat mikrofon tersebut. “Aku berjalan ke pengeras suara kecil hasil curian dari stasiun radio Jepang dan dengan singkat mengucapkan proklamasi itu,” kata Soekarno dalam Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia.

Lebih jelasnya, pada 5 Oktober 1966, di Jakarta dalam pidato hari jadi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) Soekarno kembali lagi berbicara soal mikrofon proklamasi. “Kita telah memiliki pada tanggal 17 Agustus 1945 itu mikrofon. Satu-satunya hal boleh dikatakan, materiel yang telah kita miliki, satu mikrofon, yang dengan mikrofon ini kita dengungkan ke hadapan seluruh manusia di bumi ini bahwa kita memproklamasikan kemerdekaan kita,” kata Soekarno.

Tak sependapat dengan pernyataan tersebut, pada 6 September 1972, Sudiro melontarkan kisah berbeda. Hal itu disampaikannya dalam ceramahnya di Lembaga Pembinaan Jiwa ‘45 Jakarta.
“Itu tidak betul!” bantah Sudiro dalam
Pengalaman Saya Sekitar 17 Agustus 1945.

Sudiro menjelaskan, bahwa mikrofon itu milik Gunawan, pemilik Radio Satriya, bertempat tinggal di Jalan Salemba Tengah 24 Jakarta. Alat tersebut merupakan hasil rakitannya sendiri.

Gayung bersambut, Gunawan mengakui memang benar mikrofon itu buatannya sendiri. “Magnitnya saya buat dari dua buah dynamo sepeda, sementara band-nya hanya dari grenjeng (kertas perak pembungkus rokok),” kata Gunawan dikutip Kompas, 16 Agustus 1984.

Mengenai kisah peminjamannya, Gunawan menceritakan pada 17 Agustus 1945 pukul 07.00 pagi, Wilopo dan Njonoprawoto mengendarai sebuah mobil datang untuk meminjam mikrofon. Dan mereka tidak memberitahu Gunawan untuk keperluan apa mikrofon itu. Namun, ketika tak bisa memasangnya Wilopo melaporkan hal tersebut kepada Gunawan.

Gunawan lantas mengutus saudaranya Sunarto. Pada Sunarto lah kedua peminjam tersebut bercerita mikrofonnya digunakan untuk Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

Setelah dipakai Soekarno, pada tahun 1946, mikrofon itu dibawa ke Solo. Alat itu disimpan baik-baik dan sesekali diperlihatkan pada teman-temannya.
Pada 1949, Gunawan kembali lagi ke Jakarta. Namun, mikrofon bersejarah itu tak dibawanya lengkap. Sebagian alat yang rusak ditinggalkannya di Yogyakarta.

Seiring berjalannya waktu, banyak orang yang telah mengetahui tentang sejarah mikrofon keramat tersebut. Dan banyak tawaran datang dari berbagai pihak. “Ada seorang India dari suku Sikh yang datang malam-malam, menyatakan keinginannya menukar mikrofon itu dengan sebuah rumah di Jalan Imam Bonjol,” kata Gunarso, putra Gunawan.

Tapi Gunawan menolak. Akhir perjalanannya, Gunawan menyerahkan mikrofon itu ke Harjoto, Sekjen Kementerian Penerangan. Harjoto yakin dengan sejarah mikrofon tersebut menghadiahkannya kepada Soekarno saat ulang tahun ke-58.

“Harjoto menerangkan bahwa dia menyerahkan ‘mikrofon keramat’ kepada Presiden Sukarno sebagai hadiah dalam hubungannya dengan ulang tahun Presiden ke-58,” tulis Antara, 17 Juni 1959.

(MERAHPUTIH)

1945acaraagustusakhiralatantaraatasbanyakbegitubendaberbagaibergulirberjalanbersejarahbesarbisabuatbumiindonesiajakartalika-likuLIKA-LIKU MIKROFON PROKLAMASImikrofonpenakhatulistiwaproklamasi
Comments (0)
Add Comment