Pena Khatulistiwa
Menggores Sejarah Peradapan

Sejarah Bendera Pusaka Sang Merah Putih

 

Penakhatulistiwa.com – Dari sejarah, orang pun tahu kalau Sang Saka Merah Putih yang berkibar untuk pertama kalinya 73 tahun lalu itu dijahit sendiri oleh Ibu Negara pertama RI Ny. Fatmawati yang juga Istri Presiden 1 RI, Ir. Soekarno.

Related Posts
1 of 482

Tapi siapa sangka, kain merah bendera pusaka tersebut, ternyata bekas kain tenda sebuah warung kaki lima. Seorang pelaku sejarah, Mayjen TNI (Purn) Lukas Kustaryo menuturkan bagaimana lika-likunya saat ia berupaya mencari kain merah untuk bendera pusaka.

Kala itu dari kancah romusha di Bayah, Banten Selatan, Shodanco Lukas diberi tugas secara inkognito membawa surat pribadi Tan Malaka untuk Bung Karno di Jakarta. Sesampainya di Jl. Pegangsaan Timur no. 56, Kustaryo melihat Ny. Fatmawati menjahit bendera merah putih. “Tapi saya lihat benderanya terlalu kecil, kira-kira hanya berukuran panjang setengah meter. Dalam hati saya berkata, kayaknya nggak pantas. Untuk Proklamasi kok benderanya tak begitu bagus,” begitu ujar Kustaryo.

Karena tidak tega melihat bendera kecil itulah, atas inisiatif sendiri laskar Peta Pacitan ini beniat mencari kain yang lebih besar untuk bendera. “Kalau tak salah Bu Fatmawati sudah mempunyai kain seprai putih yang cukup panjang,” tambahnya.

Tanpa tahu harus menuju ke mana untuk mencari kain merah, pemuda kelahiran Madiun, 20 Oktober 1920, ini lantas berjalan menyusuri rel KA dari Pegangsaan sampai Pasar Manggarai. Di pinggir pasar ia melihat sebuah warung soto bertenda kain merah.

Melihat hal itu, kebetulan pikirnya langsung menghampiri tanpa pikir panjang. “Saya tak lagi mikir jenis kainnya bermutu atau tidak. Meski saya lihat sudah tidak begitu bagus bahkan sudah robek, pokoknya kain tersebut masih bisa dipakai,” kenangnya.

Maklum, di zaman Jepang mutu kain yang dikonsumsi rakyat amat jelek. Terdorong rasa kebangsaan yang meluap-luap untuk segera mendapatkan kain bakal bendera itu, Kustaryo segera mendatangi si pemilik warung tenda. Satu-satunya yang dipikirkan, bagaimana caranya mendapatkan barang tersebut.

“Saya beli kain ini dengan harga Rp. 500,00, terdiri atas lima lembar ratusan uang zaman Jepang dari kocek saya sendiri. Melihat uang segitu banyak, si tukang warung hanya terbengong-beng
ong saja,” terangnya.

Tanpa basa-basi transaksi waktu itu tidak berlangsung lama. Setelah itu buru-buru ia membawa kain merah tersebut ke rumah Ibu Fatmawati. Begitu diserahkan, Kustaryo langsung pergi lagi.
Bahkan ketika bendera itu dikibarkan pada saat proklamasi, ia pun tidak tahu.

Selang beberapa tahun kemudian, suatu hari Kustaryo ketemu Ibu Fatmawati lagi di Yogyakarta. Iseng-iseng ia bertanya apakah bendera pusaka yang dikibarkan pada saat proklamasi tersebut, adalah bendera yang kain merahnya pemberian dia dulu.

“Bu Fat menjawab, benar! Kain merah yang saya jahit itulah pemberian Saudara. Saudara memang sungguh berjasa. Terima kasih … saya sampai lupa,” begitu jawaban Ibu Fatmawati seperti yang ditirukan Kustaryo.

 

(PPDSM)

READ  Musim Kemarau, 87 Hektare Sawah di Cirebon Kekeringan

Leave A Reply

Your email address will not be published.