Penakhatulistiwa.com – Pembangunan infrastruktur dan sumber daya manusia (SDM) merupakan dua komponen penting untuk menjaga pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Oleh karena itu, pemerintah di era Presiden Joko Widodo konsisten pada komitmennya untuk mempercepat pembangunan infrastruktur yang merata di seluruh pelosok negeri serta fokus pada pembangunan SDM.
“Infrastruktur adalah kunci pembangunan ekonomi. Data memberikan bukti bahwa kualitas infrastruktur berasosiasi kuat dengan pendapatan per kapita,” ujar Moeldoko, Kepala Staf Kepresidenan, saat berbicara di hadapan 300 peserta Seminar ‘Peluang dan Tantangan Ekonomi Indonesia 2019’ di Surabaya, Senin, 25 Maret 2019.
Di era Jokowi, Moeldoko mengungkapkan, pemerintah menggeser program prioritasnya; dari subsidi energi untuk pertumbuhan ekonomi menjadi program infrastruktur untuk pertumbuhan ekonomi ke depan. Perubahan prioritas ini ditunjukkan dengan perubahan alokasi anggaran.
Selama lima tahun ini, alokasi anggaran pemerintah untuk pemerintah meningkat pesat, dari Rp154,7 triliun pada 2014 menjadi Rp415 triliun pada 2019. Itu berarti, ada peningkatan sebesar 168,3%. Pada saat yang sama, alokasi untuk subsidi energi turun drastis 53,2%, dari Rp341,8 triliun menjadi Rp160 triliun.
Sentra pertumbuhan baru
Moeldoko mengatakan bahwa, pemerintah berhasil membangun, antara lain jalan sepanjang 3.387 km, jembatan 41,1 km, 164 unit jembatan gantung, 10 bandara baru, 19 pelabuhan, LRT di Sumatra dan Jadebotabek, MRT di Jakarta, jaringan serat optik ‘Palapa Ring’, 55 waduk, embung, serta jaringan irigasi. “Empat tahun di zaman Pak Jokowi, kita membangun jalan tol sepanjang 782,4 km. Sampai 2019 nanti, akan sepanjang 1.852 km,” beber Moeldoko.
Pembangunan beragam infrastruktur menciptakan konektivitas, meningkatkan efisiensi, produktivitas, daya saing, juga mendorong berkembangnya ekonomi digital serta membuka akses komunikasi. Ini diakui oleh para peserta seminar yang sebagian besar berasal dari kalangan pengusaha di Jawa Timur. Dalam polling yang berlangsung sepanjang seminar, 64% peserta mengaku, infrastruktur mempermudah transportasi dan distribusi. Kemudian, 29% menyebut, infrastruktur meningkatkan efisiensi.
Suyanto, ekonom dari Universitas Surabaya, menambahkan, pembangunan infrastruktur dapat menciptakan sentra pertumbuhan ekonomi baru. Di Jawa Timur, pengembangan sentra pertumbuhan ekonomi baru itu digeser di sekitar jalur Lintas Pantai Selatan (Pansela). Lintas Pansela ini merupakan jalan hambatan atau tol sepanjang 680,13 kilometer, yang menghubungkan sejumlah daerah di Jawa Timur.
Di jalur tersebut, salah satu sentra pertumbuhan ekonomi baru andalan Jawa Timur adalah Banyuwangi. Di wilayah yang berdekatan dengan Pulau Bali ini, pemerintah juga membangun Pelabuhan Tanjung Wangi dan bandara. Dengan bandara baru ini, waktu tempuh dari Surabaya ke Banyuwangi hanya 50 menit. Sejumlah infrastruktur baru ini diharapkan lebih mendorong sektor pariwisata dan agro yang menjadi andalan Banyuwangi.
“Ekonomi Banyuwangi tumbuh 5,6%, lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional. Ini bukti pembangunan infrastruktur mendorong sentra pertumbuhan ekonomi baru,” kata Suyanto.
Membangun manusia
Selain pembangunan infrastruktur, mulai tahun ini pembangunan SDM juga menjadi prioritas pemerintahan Jokowi.
“Berpijak pada landasan infrastruktur yang telah dibangun, pembangunan nasional selanjutnya diprioritaskan pada SDM. Karena hanya dengan SDM berkualitas dan infrastruktur yang memadai saja, pertumbuhan ekonomi kita bisa berkesinambungan,” tegas Moeldoko.
Komitmen pemerintah untuk pembangunan manusia ini tecermin pada alokasi APBN untuk pendidikan dan kesehatan yang naik signifikan. Dibandingkan tahun 2014, anggaran pendidikan tahun ini meningkat 39,4% dari Rp 353,4 triliun menjadi Rp492,5 triliun. Adapun, anggaran kesehatan melompat 106,6% dari Rp 59,6 triliun menjadi Rp 123,1 triliun.
“Anggaran untuk pendidikan lebih tinggi dibandingkan anggaran untuk pembangunan infrastruktur. Ini membuktikan bahwa pemerintahan Jokowi tidak hanya fokus pada pembangunan fisik,” kata Rhenald Kasali, Guru Besar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, yang tampil dalam segmen diskusi ekonomi.
Prioritas pembangunan manusia ini sangat penting untuk meningkatkan daya saing Indonesia di kancah global. Tahun lalu, Indonesia menempati peringkat ke-45 dari 140 negara dalam hal daya saing ekonomi. Dari sisi daya saing inovasi, Indonesia menempati peringkat 85 dari 126 negara. Adapun, dari sisi daya saing kesiapan teknologi, Indonesia menduduki peringkat 80 dari 137 negara pada tahun 2017.
“Kualitas SDM Indonesia meningkat tapi perlu upaya lebih keras untuk mengejar ketertinggalan dari emerging economies lainnya,” kata Hendri Saparani, founder CORE Indonesia.
Selain menjadi peluang, bonus demografi yang dialami Indonesia saat ini juga menjadi tantangan. Sebab, sebagian besar angkatan kerja Indonesia berpendidikan rendah. Ini sejalan dengan hasil polling selama seminar. Sekitar 43% peserta mengaku, isu terkait SDM yang paling berat bagi dunia usaha adalah sulitnya mendapatkan SDM dengan kompetensi yang dibutuhkan perusahaan. Menduduki urutan kedua dengan suara 40% adalah produktivitas pekerja yang rendah.
Karena itu, agar bisa terserap oleh dunia kerja, tidak ada jalan lain selain meningkatkan kompetensi dan ketrampilan sesuai dengan kebutuhan industri. Apalagi, ke depan kita menyongsong era industri 4.0 yang menuntut orang melek terhadap internet of things dan artificial intelligent.
Rhenald mengatakan, Indonesia perlu terus melakukan reformasi di bidang pendidikan dari level pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi. Hendri menambahkan, penting menciptakan ekosistem yang memungkinkan mereka yang berpendidikan dan berketerampilan rendah ikut masuk ke dalam sistem ekonomi.
Baik Rhenald maupun Hendri sepakat, pembangunan manusia ini merupakan pekerjaan jangka panjang. Selain itu, pembangunan manusia bukan saja merupakan tugas pemerintah, tapi juga membutuhkan peran swasta.
Saat ini, Indonesia sudah berada di jalur yang tepat dengan menjadikan pembangunan infrastruktur dan SDM sebagai prioritas. Kedua hal ini akan menjadi kunci dari pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. “Kuncinya ada tiga: pertama, optimis, optimis, optimis; kedua, sinergi, sinergi, sinergi; dan ketiga, kontinu, kontinu, kontinu,” tegas Perry Warjiyo, Gubernur Bank Indonesia, saat memberikan ceramahnya di awal acara.
Dengan tiga kunci itu, Perry percaya, Indonesia bisa menjawab tantangan ekonomi yang semakin berat dan mencapai pertumbuhan ekonomi yang diinginkan. Tahun ini, BI menargetkan ekonomi tumbuh 5,2% sementara target pemerintah 5,3%. Red