Penakhatulistiwa.com – Mohamad Thamrin (69) sang pemburu fosil purbakala dan benda cagar budaya yang berasal dari Desa Kubang Deleg, Kecamatan karangsembung, Kabupaten Cirebon.
Ia lahir pada 6 September 1951 Sindanglaut Kecamatan Lemahabang Kabupaten Cirebon. Yang merupakan anak dari seorang pejuang 1945 dan pindah ke Dinas Kebudayaan Jawa Barat kala itu.
Kendati begitu, kecintaan Thamrin pada fosil dan benda-benda purbakala lainnya dimulai sejak 1970 lalu.
Sejak usia muda, ia sering mengikuti orang tuanya (ayah). Saat itu, orang tuanya menjabat sebagai Penilik Kebudayaan se-wilayah 3 Cirebon kala itu.
Pada 1985 lalu, bertempat di Desa Kubang Deleg, Kecamatan Karangsambung, pertama kalinya ia membuat museum Karya Budaya Sakti yang memiliki arti sejarah alam kembali terwujud indah.
Berselang 30 tahun, ia membuat museum kedua yang diberi nama Maneungteun Sakti dibuat pada 2015 lalu bertempat di Kecamatan Waled. Dalam pembuatan museum tersebut bekerja sama dengan camat. Saat itu, H Abdul Latif menjabat sebagai Camat.
Fosil yang berhasil ditemukan sejak 1970 hingga sekarang mencapai 10.000 fosil
yang ditemukan dari berbagai wilayah seperti Cirebon, Brebes, Majalengka, Indramayu, dan Kuningan. Berdasarkan para ahli geologi dan arkeologi, beberapa fosil yang sudah ditemukan ada yang berusia 5 hingga 6 juta tahun lalu.
Tak hanya itu saja, Thamrin pun mengoleksi 100 benda cagar budaya dari berbagai jenis.
Hal itu dikemukakan, oleh Mohamad Thamrin disela-sela aktivitasnya, Selasa (2/4/2019).
Kepada Penakhatulistiwa.com, Mohamad Thamrin menceritakan, awal dirinya menemukan fosil purbakala belajar tentang bebatuan (alam). Saat itu kata dia, dari mulai SMP hingga SMA, pada 1972 dirinya sudah menggeluti benda yang mengandung sejarah. “Seperti fosil binatang purba dan setelah saya bekerja sama dengan para ahli arkeologi dan geologi, itu ditemukan sejenis fosil,” kata dia.
Ia menambahkan, pertama jenis fosil veterbrata atau jenis fosil bertulang punggung terdiri dari kerbau purba, gajah purba. “Gajah purba terbagi menjadi 3 golongan, Stegodon, Masdodon dan yang ketiga Elephas,” jelasnya.
Menurut dia, di wilayah Kabupaten Cirebon baru ditemukan dua jenis fosil Veterbrata diantarannya Elephas dan Stegodon. “Itu bisa dibuktikan karena saya sendiri membuat museum,” ujarnya.
Kata dia, tujuan pembuatan museum tersebut dari jenis fosil Veterbrata maupun Mollusca, untuk tempat belajar gelogi tentang bebatuan.
Ia menjelaskan, batuan tersebut terbagi menjadi 3 golongan diantarannya batuan beku, batuan metamorfit dan yang ketiga batuan segimen.
Selanjutnya, Thamrin mengungkapkan, kelompok batuan juga terbagi menjadi beberapa jenis. “Itu ada jumlahnya 17, kalau dari jumlah tersebut kita jumlahkan lagi itu jumlahnya mencapai 99,” pungkasnya.
“Jadi kita mengkaji ilmu itu sesuai dengan kajian, bahwa Allah SWT senang dengan yang ganjil,” sambungnya.
Ia mengungkapkan rasa syukurnya telah mendirikan 2 museum di waktu yang berbeda. Saat itu bekerja sama dengan Kecamatan Waled dan membuat museum Manengteung Sakti.
“Awalnya bikin museum karena Budaya Sakti setelah itu bikin lagi museum Manengteung Sakti,” imbuhnya.
Saat itu, kata dia, pada 2015 lalu diwilayah Kecamatan Waled dibuat museum tersebut dengan tujuan Kawasan Wisata Manengteung (KWM).
“Jadi saya belajar ilmu geologi maupun arkeologi itu (fosil) umurnya pun bukan saya yang menentukan, umur fosil baik Veterbrata maupun Mollusca itu dari 5 hingga 6 juta tahun, itu tertulis oleh para ahli geologi maupun ahli arkeologi,” terangnya.
Dikatakannya, sejak 1970 hingga sekarang sudah terkumpul 10.000 ribu fosil dari berbagai jenis. “Dari jenis Mollusca dan jenis Veterbrata, jadi sudah dipisah-pisahkan,” kata Thamrin.
Ia pun bercerita disamping mempelajari fosil, ia rela menjual batu-batu hias. “Jenis bebatuan ini, bebatuan merah semua jenis bebatuan itu saya olah membuat air mancur, buat kolam,” tutur Thamrin.
“Alhamdulillah sampai sekarang hasilnya saya bikin gantungan kunci dari fosil, itulah yang menghasilkan,” imbuhnya.
Ia berpesan untuk generasi penerus apabila bisa meneliti alam maka akan terjadilah sesuatu ilmu. “Sebab aku mendekatkan diri kepada sang pencipta, apabila kita mengkaji alam akan mendekatkan diri kepada sang pencipta,” pesannya. Mu