Nasib Malang Radio Bekupon di Kota Pahlawan
Penggiat Sejarah Desak Pemkot Surabaya Jadikan Cagar Budaya
Penakhatulistiwa.com – Surabaya kota pahlawan, bukan hal yang mudah bagi ibukota Provinsi Jawa Timur ini disebut demikian. Berbagai kisah heroik tentang kegigihan arek-arek Suroboyo diajarkan di sekolah agar diteladani.
Di masa setelah teks proklamasi dikumandangkan 17 Agustus 1945, Belanda masih sangat ingin menjadikan kembali Indonesia sebagai Hindia Belanda di bawah administrasi NICA (Netherlands Indies Civil Administration).
Berbekal kemenangan di perang dunia II oleh pihak sekutu, Brigadir Jenderal Aubertin Walter Sothern (A.W.S) Mallaby dikirim ke Indonesia. Sebagai komandan Brigade 49 Divisi India dengan kekuatan 6000 pasukan yang merupakan bagian dari Allied Forces Netherlands East India (AFNEI), sekutu pun datang ke Indonesia untuk melucuti persenjataan tentara Jepang. Namun, agitasi perjuangan yang dikumandangkan oleh tokoh bangsa melalui radio-radio mampu membakar semangat arek-arek Suroboyo hingga menewaskan Jenderal Mallaby.
Kala itu, radio memegang peranan penting sebagai sarana perjuangan rakyat melawan penjajahan, meskipun awalnya digunakan oleh Belanda untuk memberikan rasa takut dan menebar ancaman. Salah satu radio besar di masa perjuangan adalah NIROM (Netherlands Indische Radio Omroep Maatschappij).
Menjadi radio yang mendapat dukungan anggaran dari Belanda, NIROM memiliki stasiun radio di sekitaran jalan Embong Malang. Bahkan, NIROM juga memiliki radio-radio permanen berbentuk bangunan beton cor setinggi dua meter yang memiliki rongga dibagian atas dilengkapi perangkat dan instalasi serta di tempatkan di pusat keramaian seperti taman, persimpangan jalan atau alun-alun. Masyarakat menyebutnya radio bekupon karena bentuknya mirip dengan rumah merpati yang saat itu banyak diperlihara oleh kaum pria di Surabaya.
Sebagai generasi milenial, kita masih bisa melihat radio bekupon di jalan Kombespol M Duryat Surabaya. Namun sayangnya, meski berjuluk kota pahlawan, Surabaya seakan tidak merawat dengan baik satu-satunya radio bekupon di Jawa Timur ini.
Penggiat sejarah TP Wijoyo saat dihubungi melalui selulernya menyampaikan kegelisahannya terhadap radio bekupon yang menurutnya layak dijadikan cagar budaya. “Masih blm ditetapkan sebagai cagar budaya, makanya harus kita desak pemkot untuk segera menetapkannya,” terangnya, Sabtu (20/03/2020).
Lulusan Universitas Negeri Surabaya (UNESA) yang ahli membaca prasasti ini pun sebenarnya sudah sering memposting di media sosial agar menjadi perhatian pemerintah, karena posisinya sangat memprihatikan. “Radio bekupon itu dulu posisinya di taman mas, karena dibuat putar balikan ya jadinya begitu” tambahnya.
“Harusnya ditempatkan yang selayaknya. Diberi penutup atap dan diberi history board agar masyarakat tau dan peduli akan peninggalan tersebut,” pungkasnya.
Sementara Antiek Sugiharti, Kepala Dinas Pariwisata Kota Surabaya saat dikonfirmasi melalui ponselnya, enggan merespon meski terdengar nada tersambung. Begitu juga saat dikirimi pesan singkat juga tidak membalas. t0k