Pena Khatulistiwa
Menggores Sejarah Peradapan

Kesucian Gunung Penanggungan 'PAWITRA'

 
Penakhatulistiwa.com – Arti “Pawitra” dalam bahasa Jawa kuna adalah “keramat, suci, kesucian atau sari” (Mardiwarsito, 1986: 415). Dengan demikian penamaan Pawitra bagi gunung Penanggungan pada masa Jawa kuna memang sesuai, karena gunung tersebut dianggap sebagai gunung keramat atau gunung suci. Pawitra sebagai gunung keramat telah dikenal sejak abad ke-10, karena telah disebut-sebut dalam prasasti batu Sukci (OJO.XLI) yang bertahun 851 śaka / 18 September 929 masehi dan dikeluarkan oleh raja Siṇḍok. Prasasti itu menyatakan adanya “sang hyang dharmmãśrama ing pawitra” dan “sang hyang tĩrtha pañcuran ing pawitra”.
Nama Penanggungan sekarang berasal dari bahasa Jawa yaitu “tanggung” mendapat awalan pe dan akhiran an (pe+tanggung+an). Kata tanggung merupakan bentuk kata kemudian dari bahasa Jawa kuna “tanggwan”, yang berarti “mendukung (memikul)”, “tiang” atau juga “sesuatu yang memberati” (Zoetmulder, 1982 II: 1938). Kata tanggwan kemudian mendapat prefiks paN- (pa-dengan nasal), karena huruf pertama pada “tembung lingga/kata dasar” adalah “t”, selanjutnya yang terjadi adalah nasal homogen, yaitu “t” luluh dan diucapkan menjadi “n”. Kata turunan yang terjadi adalah pananggwan atau pananggung. Pananggung mendapat sufiks -an, atau jika digabung dengan paN- sebagai prefiks yang terjadi adalah konfiks paN-an, yang berarti “alat” (Mardiwarsito dan Kridalaksana, 1984: 41-2), sehingga terbentuklah kata pananggungan. Dalam perkembangan waktu, kata tersebut diucapkan penanggungan, bentuk kata benda yang berarti “pemberat”.
Belum dapat dipastikan secara tepat sejak kapan Pawitra beralih nama menjadi Penanggungan. Meskipun demikian dalam kitab Babad Sengkala, pada sekitar awal abad ke-16 Penanggungan disebut sebagai suatu tempat peribadatan keagamaan bukan Islam. Pada tahun 1543 masehi barulah Penanggungan berhasil direbut oleh bala tentara kerajaan Demak dan menyurutkan kegiatan keagamaan bukan Islam di gunung tersebut (De Graaf dan Pigeaud, 1985: 66).
Dengan demikian dapat ditafsirkan bahwa nama gunung Penanggungan agaknya juga merupakan nama kuna, mungkin sejalan dengan penggunaan nama “Pawitra” sebab kata “Penanggungan” sangat sesuai dengan kisah mitos dalam kitab Tantu Pagelaran yang menyatakan gunung Mahameru dipindahkan ke pulau Jawa sebagai “pemberat” bagi pulau tersebut agar tidak terombang-ambing oleh gelombang samudera. Jika “Penanggungan” ditafsirkan sebagai “tiang”, maka makna tersebut berhubungan pula dengan salah satu aspek dalam mitologi gunung Mahameru yang merupakan axis mundi, poros penghubung atau tiang penghubung antara dunia manusia dengan dewa-dewa (Munandar, 2016: 19-20).
Babad Sengkala tentang penaklukkan Pawitra oleh Demak :
“lawan ing Pananggungan purwa yakṣa rětu ing ernawa śaśadhara”
yakṣa (raksasa) = 5
rětu (kekacauan) = 6
ernawa (laut) = 4
śaśadhara (bulan) = 1
5641 dibalik 1465 śaka + 78 = 1543 masehi
Sumber: Garenk Penamas
Foto: Yogi

Related Posts
1 of 483

Leave A Reply

Your email address will not be published.